November 27, 2009

The Ultimate Friendship

"Satu-satunya perbedaan antara teman dan musuh
adalah bahwa kau telah memutuskan
dimana cinta bisa tumbuh."
(Mike Dooley - Notes from Universe)

Sejak lahir, kita sebagai manusia sudah dihadiahi sebuah trademark berlabel makhluk sosial. Itu berarti, kita tidak bisa ada tanpa kehadiran orang lain. Dan salah satu refleksi dari paradigma ini adalah adanya kebutuhan manusia akan teman atau sahabat.

Para penganut ajaran Aristoteles pasti akan setuju dengan pernyataan bahwa sahabat atau teman adalah diri yang lain. Dan tidak dipungkiri itulah dasar seseorang memutuskan untuk menjalin persahabatan atau pertemanan dengan orang lain. Kesamaan karakter, hobi, minat, hingga pandangan hidup dijadikan pondasi untuk jalinan persahabatan yang kokoh, dan keterikatan lingkungan yang sama diharapkan mampu memagari ikatan ini. Lantas, apakah ini berarti keinginan kita untuk bersahabat dikarenakan oleh alasan-alasan tersebut? Jawabannya tentu saja tidak.

Randolph Bourne percaya bahwa "seorang teman memang dipilih untuk kita berdasarkan hukum perasaan yang tersembunyi, bukan oleh kehendak sadar kita si manusia." Ibarat sebuah rumah, pondasi yang kokoh sangat penting untuk mendapatkan tempat tinggal yang nyaman dan bertahan lama. Namun jauh sebelum pondasi itu dibangun, sebuah rancangan yang konkrit dan efisien telah lebih dulu ada. Dan dalam persahabatan, itulah yang dinamakan afeksi.

Afeksi atau kasih sayang memang bersifat transendental, namun kehadirannya tidak bisa dihindari dalam kehidupan. Dan dalam jalinan persahabatan, keterlibatan afeksi terefleksi dengan sangat gamblang karena hal tersebut juga melibatkan perasaan diri sendiri. Seperti yang diungkapkan oleh Harold Thorsrud, bahwa "rasa sayang kepada teman atau sahabat, yang dimaknai sebagai diri yang lain, menjadi perluasan terhadap rasa sayang kepada diri sendiri."

Pertemanan atau persahabatan memberikan nilai-nilai sangat penting yang membuat hidup ini bermanfaat dan berarti. Wikipedia memaparkan bahwa nilai-nilai tersebut seringkali diperoleh ketika seorang sahabat secara konsisten memperlihatkan:
  • kecenderungan untuk menginginkan yang terbaik bagi satu sama lain,

  • simpati dan empati,

  • kejujuran, barangkali dalam keadaan-keadaan yang sulit bagi orang lain untuk mengungkapkan kebenaran, dan

  • saling pengertian.

Maka apabila ada seseorang yang bersedia merefleksikan kriteria-kriteria tersebut, pantaslah bila dia mendapat predikat sebagai sahabat sejati.

Namun ternyata tidak semudah itu menemukan seorang sahabat sejati. Bukan karena mereka tidak ingin ditemukan, melainkan karena belum cukup kuatnya kasih sayang yang mampu membuka gerbang persahabatan sejati. Bahkan seorang Larry Flynt pun meragukannya dengan mengungkapkan bahwa "sahabat sejati rela mati demi Anda, jadi ketika Anda mencoba menghitungnya dengan jari, Anda tidak butuh satu jari pun."

Tentu saja itu tidak berarti kita langsung memutuskan untuk berhenti melakukan pencarian terhadap sebuah persahabatan sejati. Justru sebaliknya, seperti yang pernah diucapkan oleh Nurul Khaliq, salah seorang sahabat, bahwa "friendship is a never-ending process". Persahabatan adalah sebuah proses seumur hidup. Itu berarti, selama kita masih bercengkrama dengan kehidupan, selama itu pula seorang sahabat sejati menanti untuk ditemukan.

Salam persahabatan dari saya,

0 comments: